Tradisi Unik di Berbagai Negara Sambut Bulan Suci Ramadhan

waktu baca 5 menit
Foto: Fanous Mesir. Pexels-Craig Adderley. Tradisi Unik di Berbagai Negara Sambut Bulan Suci Ramadhan.

Tradisi Unik di Berbagai Negara Sambut Bulan Suci Ramadhan – Sebelum datangnya bulan suci Ramadhan, berbagai negara di seluruh dunia memiliki tradisi unik dalam menyambutnya. Tradisi-tradisi tersebut menjadi bagian penting dari kebudayaan setempat dan menjadi warisan turun-temurun yang dijaga dengan baik.

Di Indonesia, salah satu tradisi unik yang dilakukan adalah padusan, sementara di Lebanon, tradisi menembakkan meriam menjadi bagian dari perayaan Ramadhan.

Berikut adalah beberapa tradisi unik untuk menyambut Ramadhan di berbagai negara:

  1. Padusan di Indonesia

Di Jawa Tengah dan Jawa Timur, umat Muslim memiliki tradisi “membersihkan diri” sebelum datangnya bulan Ramadhan. Tradisi ini disebut padusan yang artinya “mandi” dalam bahasa Jawa.

Padusan dilakukan dengan berendam atau mandi di sumur-sumur atau sumber mata air lainnya. Makna dari padusan bagi masyarakat Jawa adalah menyucikan diri serta membersihkan jiwa dan raga dalam menyambut datangnya bulan suci.

Hal ini bertujuan agar umat Muslim dapat menjalani ibadah dalam kondisi suci lahir maupun batin. Selain itu, padusan juga menjadi media untuk merenung dan introspeksi diri dari berbagai kesalahan yang telah dibuat pada masa lalu.

  1. Menembakkan meriam di Lebanon

Dari laman The Culture Trip Di negara-negara Timur Tengah, tradisi menembakkan meriam menjadi bagian dari perayaan Ramadhan. Setiap hari selama bulan suci, meriam ditembakkan untuk menandai berakhirnya puasa pada hari itu. Tradisi ini dikenal sebagai midfa al iftar dan sudah dimulai di Mesir lebih dari 200 tahun yang lalu, ketika negara tersebut diperintah oleh penguasa Ottoman Khosh Qadam.

Saat Qadam menguji meriam baru saat matahari terbenam, secara tidak sengaja, Qadam menembakkan meriam tersebut dan suaranya bergema di seluruh Kairo. Mulai saat itu, banyak warga sipil yang berasumsi bahwa ini adalah cara baru untuk menandakan akhir puasa.

Banyak yang berterima kasih atas inovasinya, dan putrinya, Haja Fatma, mendesaknya untuk menjadikan ini sebagai tradisi. Praktik ini kemudian menyebar ke banyak negara di Timur Tengah termasuk Lebanon, di mana meriam digunakan oleh Ottoman untuk menandai buka puasa di seluruh negeri.

Meski sempat dikhawatirkan akan hilang pada 1983 setelah invasi yang menyebabkan penyitaan beberapa meriam yang kemudian dianggap sebagai senjata, tradisi menembakkan meriam ini tetap dipertahankan dan dihidupkan kembali oleh Tentara Lebanon setelah perang.

  1. Tradisi Haq Al Laila: Anak-Anak Bernyanyi dan Mengumpulkan Permen di Uni Emirat Arab

Uni Emirat Arab (UEA) memiliki tradisi yang unik untuk menyambut bulan suci Ramadhan, yaitu tradisi Haq Al Laila yang terjadi pada tanggal 15 Syakban, satu bulan sebelum Ramadhan dimulai. Pada hari tersebut, anak-anak di UEA akan berkeliling di lingkungan mereka sambil mengenakan pakaian cerah dan membawa tas jinjing yang disebut kharyta untuk mengumpulkan permen dan kacang.

Selain itu, anak-anak juga akan bernyanyi lagu-lagu tradisional lokal yang sangat menyenangkan. Beberapa lagu yang sering dinyanyikan oleh anak-anak di UEA adalah Aatona Allah Yutikom, Bait Makkah Yudikum yang artinya “Berikanlah kepada kami dan Allah akan membalas dan membantu Anda mengunjungi Rumah Allah di Mekkah”. Dalam suasana yang penuh semangat, anak-anak ini akan bernyanyi dan mengumpulkan hadiah mereka di sepanjang jalan.

  1. Penabuh Drum Sahur: Tradisi Menyambut Sahur di Turki

Sejak zaman Kesultanan Utsmaniyah, orang-orang yang berpuasa pada bulan Ramadhan biasa terbangun oleh suara genderang atau drum yang ditabuh di pagi hari untuk sahur. Tradisi ini masih dijaga hingga saat ini di Turki. Lebih dari 2.000 penabuh drum masih berkeliaran di jalanan Turki, menyatukan komunitas lokal selama bulan suci.

Para penabuh drum ini mengenakan kostum tradisional Ottoman, termasuk fez (sejenis peci khas Turki) dan rompi yang dihiasi dengan motif tradisional. Mereka akan berkeliling dengan davul (gendang Turki berkepala dua) dan mengandalkan kemurahan hati warga untuk memberi mereka tip atau bahkan mengundang mereka untuk berbagi makanan sahur.

  1. Fanous: Menyalakan Lentera Warna-Warni Selama Ramadhan di Mesir

Setiap tahun, orang-orang Mesir menyambut bulan suci Ramadhan dengan fanous atau lentera rumit yang berwarna-warni. Lentera ini melambangkan persatuan dan kegembiraan selama bulan suci Ramadhan. Meskipun tradisi ini lebih bersifat budaya daripada agama, fanous sangat terkait dengan makna spiritual dalam bulan suci.

Kisah legenda menyebutkan bahwa fanous muncul pertama kali di Mesir pada suatu malam selama Dinasti Fatimiyah. Saat itu, orang Mesir menyambut Kekhalifahan Al-Mu’izz li-Din Allah saat tiba di Kairo pada hari pertama Ramadhan. Untuk menyediakan pintu masuk yang terang bagi imam, pejabat militer memerintahkan penduduk setempat untuk memegang lilin di jalan-jalan yang gelap dan melindunginya dalam bingkai kayu agar tidak meledak.

Seiring waktu, struktur kayu ini muncul menjadi lentera yang lebih rumit dan indah dengan ornamen yang kompleks dan berwarna-warni. Fanous diproduksi secara massal di daerah-daeah tertentu di Mesir, seperti di kota kuno Fustat, dan kemudian didistribusikan ke seluruh Mesir untuk digunakan selama bulan suci Ramadhan.

Meskipun fanous awalnya hanya digunakan untuk fungsi praktis sebagai sumber cahaya di jalan-jalan yang gelap, sekarang telah menjadi simbol penting dalam budaya Mesir dan tradisi Ramadhan. Selama bulan suci, fanous digantung di jendela rumah dan toko, serta digunakan dalam acara-acara keagamaan dan sosial.

Fanous juga memiliki makna spiritual yang dalam selama bulan suci Ramadhan. Lentera tersebut melambangkan keberkahan, harapan, dan persatuan umat Muslim di Mesir. Orang-orang Mesir percaya bahwa fanous juga melambangkan cahaya dalam diri manusia yang membantu menuntun mereka pada jalan yang benar dalam hidup.

Namun, tradisi fanous menghadapi beberapa tantangan di era modern. Produksi fanous semakin sulit dan mahal karena semakin sedikit orang yang tertarik untuk memproduksinya, sehingga fanous kini diproduksi dalam jumlah yang lebih sedikit. Selain itu, banyak orang Mesir juga lebih memilih untuk menggunakan lampu listrik daripada fanous tradisional.

Namun, meskipun menghadapi tantangan, fanous tetap menjadi simbol penting dalam budaya Mesir dan tradisi Ramadhan. Fanous memainkan peran penting dalam mempertahankan kebudayaan Mesir dan menunjukkan rasa bangga sebagai orang Mesir. (Rahman)

Baca juga: Ramadhan 2023: Prakiraan Cuaca dan Potensi Bencana di Indonesia

Tradisi Unik di Berbagai Negara Sambut Bulan Suci Ramadhan
Foto: Fanous Mesir. Pexels-Craig Adderley. Tradisi Unik di Berbagai Negara Sambut Bulan Suci Ramadhan.

Author Profile

Sulawesitoday
Sulawesitoday merupakan lulusan sarjana Ilmu Komunikasi Universitas Hasanuddin yang sedang menetap di Kota Parigi. Selama beberapa tahun terakhir, ia mengeksplor jenjang karirnya sebagai penulis di sejumlah bidang, mulai dari perannya sebagai jurnalis media cetak, content writer, hingga co-author pada sejumlah buku. Hingga saat ini ia masih mendedikasikan hidupnya pada berbagai macam karya tulis.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *