Pengamat: Presidential Threshold Perburuk Kualitas Demokrasi

waktu baca 2 menit
Foto: Illustrasi. Pengamat: Presidential Threshold Perburuk Kualitas Demokrasi.

Politik, sulawesitoday — Pengamat politik Centre for Indonesia Strategic Actions ( CISA) Herry Mendrofa sayangkan pemberlakuan Presidential Threshold. Menurutnya, itu memperburuk mutu demokrasi.

“Dikala ini, mutu demokrasi Indonesia lagi menyusut,” ungkap Herry, di Jakarta, Sabtu 25 Desember 2021.

Tercatat, skor indeks demokrasi Indonesia menggapai 6, 3 pada 2020 ataupun terendah dalam satu dekade terakhir bagi laporan The Economist Intelligence Unit( EUI).

Baca juga: Program Pengurangan Risiko Bencana di Donggala Resmi Berjalan

Dengan membuka peluang untuk tiap masyarakat negeri buat jadi capres/ cawapres, ialah momentum mengembalikan eksistensi demokrasi Indonesia yang kurang baik 14 tahun terakhir.

Herry meyakini, pergantian Presidential Threshold jadi nol persen tidak lalu menggerogoti mutu demokrasi yaitu Pemilihan Presiden ( Pilpres) Indonesia.

“Intinya, pembatasan Pilpres bukan pada Presidential Threshold. Namun, lebih kepada parpol ataupun gabungan parpol pengusung,” lanjutnya.

Sehingga, Herry mendesak, supaya Presidential Threshold nol persen jadi pertimbangan DPR RI dalam melindungi mutu demokrasi.

“Itu produk legislasi serta pastinya DPR memiliki andil dalam mengoreksi perihal ini, dengan langkah ini aku kira hendak berakibat positif untuk pertumbuhan demokrasi,” ucap Herry.

Dia mengkritisi, Presidential Threshold sebesar 20 persen yang berlaku dikala ini. Ia menyangka, syarat itu cuma membetulkan aplikasi oligarki di Tanah Air.

Herry memperhitungkan, Indonesia sesungguhnya sangat sempurna mempraktikkan Presidential Threshold jadi nol persen. Tujuannya, supaya bisa meminimalisasi polarisasi politik yang begitu kokoh pasca Pemilihan Universal diadakan.

“Banyak keuntungan Presidential Threshold itu jadi nol persen. Salah satunya, meminimalisasi dampak minor dari polarisasi politik,” kata Herry kepada Republika, Sabtu 25 Desember 2021.

Herry memandang, Presidential Threshold yang menggapai 20- 25 persen sarat pertarungan oligarki politik. Karena, ketentuan 20- 25 persen ini membuat partai politik melaksanakan konsolidasi besar- besaran.

“Dari sinilah oligarki politik tercipta serta bertarung. Bila berkuasa mereka dapat jadi pressure group ke Presiden terpilih. Oligarki Politik jadi berkembang produktif, Ini beresiko untuk demokrasi,” ucap Herry.

Tadinya, dua anggota DPD Bustami Zainuddin serta Fachrul Razi mengajukan judicial review PT dalam UU Pemilu ke MK pada Jumat 10 Desember 2021. Keduanya yang didampingi pengacara Refly Harun mau ambang batasan jadi nol persen. (**)

Baca juga: Ini Nama Peserta Lulus Tahap Akhir Seleksi CPNS Parimo 2021

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *